1. I.       PENDAHULUAN

 

 

 

 

  1. A.       Latar Belakang

 

 

Lembaga keuangan merupakan badan hukum yang bergerak di bidang jasa keuangan sebagai pengantar yang menghubungkan pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Lembaga keuangan mempunyai kekayaan dalam bentuk kekayaan aset keuangan, tagihan berupa saham, obligasi dan surat-surat berharga lainya. Kegiatan  usaha lembaga keuangan menawarkan berbagai jasa keuangan seperti pemberian kredit, mekanisme pembayaran, transfer dana, penyimpanan, penyertaan modal, investasi dalam surat-surat berharga, program asuransi dan program pensiun. Lembaga keuangan dikelompokan tiga kelompok besar yaitu lembaga pembiayaan, lembaga keuangan non bank, dan lembaga keuangan bank. Lembaga bank adalah salah satu lembaga keuangan yang merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya. Lembaga keuangan bank diatur dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan  juncto Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang selanjutnya disebut Undang-Undang Perbankan (UUP).

 

Bank sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarakat bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Bank  melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Bank dalam menyalurkan dana masyarakat dalam kredit atau pembiayaan diprioritaskan kepada koperasi, pengusaha kecil, dan menengah. Bank sebelum memberikan pinjaman kredit kepada masyarakat (debitur) terlebih dulu menilai debitur apakah kredit tersebut layak diberikan atau tidak. Penilaian dilakukan dengan beberapa dasar  pemberian kredit seperti prospek usaha yang akan dibiayai, jaminan yang diberikan, dan hal-hal yang ditentukan oleh bank. Dasar pemberian kredit ini untuk meyakinkan bank bahwa kredit yang dimohonkan itu adalah layak dan dapat dipercaya serta tidak fiktif.

 

Dasar pertimbangan pemberian kredit pada bank dilakukan dengan mengacu pada konsep lima C Undang-Undang Perbankan meliputi character (watak), capacity (kemampuan), capital (modal), collateral (jaminaan), condition (keadaan). Salah satu penilaian dari konsep lima C adalah penilaian jaminan. Penilaian terhadap jaminan perlu dilakukan untuk mengetahui nilai barang jaminan yang diserahkan calon debitur untuk menutupi risiko kegagalan pengembalian kredit yang akan diperolehnya. Nilai jaminan kredit sekurang-kurangnya sama dengan jumlah kredit yang diterima calon debitur. Jaminan  kredit dipersyaratkan pada setiap skim perkreditan. Jaminan tersebut dapat berupa barang (milik calon debitur) atau berupa orang (pihak ketiga yang akan melunasi jika calon debitur wanprestasi).

 

Dalam setiap kegiatan usaha bank termasuk dalam pemberian kredit dilakukan dengan bunga sebagai keuntungan bagi bank. Bunga oleh sebagian masyarakat dianggap memberatkan dan juga sebagai  riba yang dilarang oleh hukum Islam. Untuk itu, lahirlah bank dengan prinsip syariah yang memberikan solusi dari keraguan masyarakat akan bunga yang diperoleh dari bank atau bunga yang diberikan kepada bank. Bank dengan prinsip syariah dalam menjalankan kegiatan berupa simpanan dan memberikan kredit kepada masyarakat dengan imbalan simpanan bagi hasil, baik yang diterima oleh bank atau diberikan kepada masyarakat sebagai keuntunganya dari simpananya.

 

Prinsip syariah merupakan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. Bank umum dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah wajib pula mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan berdasarkan konsep lima C. Namun demikian, dalam perkembangan kegiatan usaha bank berupa pemberian kredit saat ini cenderung tanpa jaminan. Hal ini sering dilakukan terhadap pinjaman atau kredit dalam jumlah kecil bagi perongan atau usaha kecil. Kredit tanpa jaminan memberikan risiko bagi bank, jika debitur wanprestasi terhadap pembayaran. Untuk menghindari risiko kerja terhadap bank, akibat tidak dibayarnya kredit maka bank mencari alternatif jaminan lain bagi pinjaman atau piutang itu. Dalam praktek terhadap pinjaman tanpa jaminan tersebut oleh bank dijaminkan melalui lembaga asuransi berupa asuransi kerugian. Bank umum dari sistem konvensional akan mengasuransikan pinjaman itu melalui asuransi dengan sistem konvensional. Sedangkan bank  pada prinsip syariah akan mengasuransikan pinjaman itu pada asuransi syariah. Salah satu asuransi syariah yang menerima dan memberikan jaminan bagi pinjaman dari bank dengan prinsip syariah adalah PT. Asuransi Takaful Umum.

 

PT. Asuransi Takaful Umum merupakan sebuah lembaga keuangan non bank yang bergerak di bidang keuangan dengan konsep asuransi Islam yang berasaskan Takaful yaitu merupakan perpaduan rasa tanggung jawab antar peserta. Dalam menjalankan usahanya secara syariah, Takaful menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Asuransi Takaful umum dalam melakukan kegiatanya adalah dengan melakukan perjanjian antara PT. Asuransi Takaful Umum sebagai penanggung dengan pihak tertanggung, untuk melakukan peralihan risiko yang mungkin akan timbul diderita oleh tertanggung. Tertanggung membayar sejumlah premi kepada penangung untuk melakukan peralihan risiko yang mungkin akan timbul. Penanggung  akan menggantikan kerugian yang diderita oleh tertanggung. Salah  satu produk dari  asuransi Takaful umum yaitu asuransi penjaminan pembiayaan kredit  selanjutnya disebut Takaful tamwil.

 

Takaful tamwil merupakan penutupan pertanggungan atas risiko tidak di terimanya pelunasan kredit dari debitur terhadap pembiayaan kredit yang diberikan oleh bank syariah. Tujuan Takaful tamwil adalah memberikan jaminan kepada lembaga bank syariah dan atau lembaga keuangan syariah akan kemungkinan risiko tidak terlunasinya pinjaman atas pembiayaan kredit yang disalurkan kepada nasabahnya akibat risiko-risiko yang dijamin oleh kondisi polis Takaful tamwil.

 

Polis Takaful tamwil merupakan hasil dari sebuah perjanjian oleh bank dan asuransi yang dilakukan sesuai dengan proses prosedur ketentuan yang ada. Dalam polis Takaful tamwil ini juga terdapat ketentuan proses penyelesaian  klaim sesuai dengan kesepakatan antara bank sebagai tertanggung dan Takaful sebagai penanggung.

 

Berdasarkan uraian di atas, maka menjadi suatu kajian yang menarik dari bentuk penelitian terhadap penjaminan melalui asuransi syariah bagi pembiayaan kredit bank untuk itu judul penelitian ini adalah Penjaminan melalui Asuransi Kerugian bagi Pembiayaan Kredit Bank (Studi pada PT. Asuransi Takaful Umum Cabang. Lampung).

 

  1. Rumusan dan Ruang Lingkup Penelitian

 

 

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank? Untuk itu, yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini meliputi:

  1. Dasar  hukum penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan  kredit bank;
  2. Syarat dan prosedur penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank;
  3. Proses penyelesaian klaim penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank.

 

Lingkup penelitian meliputi lingkup pembahasan dan lingkup bidang ilmu. Lingkup pembahasan adalah penjaminan pembiayaan kredit bank melalui asuransi kerugian pada PT. Asuransi Takaful Umum cabang Lampung. Lingkup bidang ilmu adalah Hukum Keperdataan (Ekonomi) khususnya Hukum Perbankan dan Hukum Asuransi.

 

  1. Tujuan Penelitian

 

 

Berdasarkan rumusan masalah dan pokok bahasan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

  1. Memperoleh gambaran secara jelas, rinci, dan sistematis tentang dasar hukum penjaminan melalui asuransi kerugian bagi  pembiayaan kredit bank;
  2. Memperoleh gambaran secara jelas, rinci, dan sistematis tentang syarat dan prosedur penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank;
  3. Memperoleh gambaran secara jelas, rinci, dan sistematis tentang proses penyelesaian klaim penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank.

 

  1. Kegunaan Penelitian

 

 

Kegunaan dari penelitian ini mencangkup dua hal, yaitu:

  1. Kegunaan teoritis

Sebagai upaya perluasan wawasan keilmuan dan peningkatan keterampilan menulis karya ilmiah dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya Hukum Keperdata Ekonomi yang berkaitan dengan Hukum Perbankan dan Hukum Asuransi mengenai penjaminan melalui asuransi kerugian bagi kredit pembiayaan bank.

  1. Kegunaan praktis
  2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum perdata  mengenai penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank;
  3. Sebagai bahan masukan maupun sebagai sumber informasi bagi para pihak yang berkepentingan mengenai penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank;
  4. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1.                                                                                                                                                II.      TINJAUAN PUSTAKA

 

 

 

 

  1. A.            Bank dan Perbankan

 

 

  1. 1.       Pengertian Bank dan Perbankan

 

Ketentuan Pasal 1 angka (2) UUP didefinisikan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkanya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Ketentuan Pasal 1 angka (1) UUP didefinisikan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Kata bank berasal dari bahasa Italia banca atau uang. Bank menghasilkan untung dari biaya transaksi atas jasa yang diberikan dan bunga dari pinjaman. Bank adalah sebuah tempat di mana uang disimpan dan dipinjamkan. Menurut G.M. Verryn Stuart menyatakan bahwa bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral. Somary menyatakan  bahwa bank adalah suatu badan yang berfungsi sebagai pengambil dan pemberi kredit, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang (www. google.com).

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Menghimpun dana (uang) dari masyarakat maksudnya adalah  bank sebagai tempat menyimpan uang atau berinvestasi bagi masyarakat. Menyalurkan dana ke masyarakat, maksudnya adalah bank memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan permohonan.  Memberikan jasa-jasa bank lainnya seperti: pengiriman uang (transfer), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kota dan luar negeri (inkaso), letter of credit (L/C), safe deposit box, bank garansi dan jasa lain (www. clownfish006. com).

  1. 2.       Jenis-jenis Bank

 

Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati (2004: 36-44) menyatakan bahwa berdasarkan fungsinya, bank dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

  1. BankIndonesia

BankIndonesiamempunyai tiga status yaitu Bank Sentral, lembaga negara independen dan badan hukum publik.

Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur serta mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai  lender of the last resort.

Lembaga independen negara adalah BankIndonesiabebas dari campur tangan tangan pemerintah dan atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang BankIndonesia.

Badan hukum publik bahwa BankIndonesiadinyatakan sebagai badan hukum dengan Undang-Undang BankIndonesiayang terdapat kejelasan wewenang BankIndonesiadalam mengelola kekayaanya sendiri yang terlepas dari Anggaran dan Belanja Negara. BankIndonesiasebagai badan hukum publik berwenang untuk menetapkan peraturan dan mengenakan sanksi dalam batas kewenanganya.

  1. Bank Umum

 

 

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatanya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pengertian jasa dalam lalu lintas pembayaran menunjukan bahwa Bank Umum menjalankan usaha di bidang jasa yang bersifat umum meliputi seluruh jasa perbankan sebagai lembaga keuangan.

 

  1. Bank Perkreditan Rakyat

 

Bank perkreditan rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasar prinsip syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Pengertian tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran meliputi tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, baik secara tunai maupunsuratberharga, atau pemindahbukuan. Pembatasan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan fungsi Bank Perkreditan Rakyat yang ditujukan hanya untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat pedesaan.

 

Muhammad Djumhana (2003: 86), perbankan dalam menjalankan kegiatan usahanya terdapat  dua macam sistem menejemen, yaitu:

(1)   Konvensional, artinya menjalankan usaha di bidang jasa perbankan menurut cara yang lazim atau biasa, dengan memperoleh keuntungan berupa uang.

(2)   Prinsip syariah, artinya menjalankan usaha di bidang perbankan menurut aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam, dengan memperoleh keuntungan bukan berupa uang.

 

  1. Prinsip Syariah

 

Ketentuan Pasal 1 angka (13) UUP didefinisikan bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain: pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharobah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijrah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijrah waiqtina).

 

Munir Fuady (Rachmadi Usman, 2001: 67) menyatakan bahwa bank berdasarkan syariah berlaku eksklusif, bank yang melakukan kegiatanya berdasarkan syariah, hanya melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, walaupun masih dimungkinkan untuk melakukan kegiatan yang bersifat free based. Tidak dibenarkan jika ada bank melakukan kegiatan konvensional seperti memberikan kredit atau menarik deposit dengan memberikan bunga tetapi juga menjalankan produk bank berdasarkan prinsip syariah.

 

Prinsip syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dan lain-lain, (www. wikipedia.com)

 

  1. B.            Kredit Pembiayaan dan Pemberian Kredit

 

 

  1. 1.             Kredit Pembiayaan

 

 

Kredit dalam bahasa latin berarti credere artinya percaya. Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan (www. google. com).

 

Ketentuan Pasal 1 angka (11) UUP didefinisikan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam (debitur) untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

 

Ketentuan Pasal 1 angka (12) UUP didefinisikan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

 

Kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah mempunyai dua pengertian, dalam  kredit terdapat imbalan berupa bunga dalam kegiatan pemberian kredit yang dilakukan oleh bank. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dilakukan dengan imbalan berupa bagi hasil sesuai dengan kesepakatan bersama dalam setiap pemberian pembiayaan kredit dengan prinsip syariah (www. google. com).

 

  1. 2.             Pemberian Kredit

 

 

Ketentuan Pasal 8  UUP didefinisikan bahwa pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

 

Pemberian kredit dilakukan pemberi kredit (kreditur) atas dasar percaya kepada penerima kredit (debitur) bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai perjanjian. Bagi debitur, kredit yang diterima merupakan kepercayaan, yang berarti menerima amanah sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu (www. google. com).

Ketentuan Pasal 29 ayat 2 UUP didefinisikan bahwa bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas managemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lainya, yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat 2 UUP maka dapat disimpulkan Pemberian kredit harus dilaksanakan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian karena setiap pemberian kredit oleh lembaga perbankan akan mengandung risiko kegagalan atau kemacetan. Ketentuan tersebut merupakan penyerapan teori perkreditan yang menyatakan bahwa dalam memberikan kredit kepada pihak debitur, pihak bank memerlukan jaminan dari pihak debitur sebagai salah satu wujud pelayanan berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudential priciple).

Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati (2004: 61) menyatakan bahwa bank dalam menerima permohonan kredit terlebih dahulu melakukan analisis yang meliputi :

  1. Latar belakang nasabah/perusahaan nasabah;
  2. Prospek usaha yang diberikan
  3. Jaminan yang diberikan
  4. Hal-hal yang ditentukan oleh bank.

Dahlan Siamat (Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati 2004: 61), analisis kredit dilakukan atas dasar pertimbangan kredit berdasarkan konseplimaC yaitu sebagai berikut:

  1. Character (Watak)

Penilaian terhadap character  perlu dilakukan untuk mengetahui itikad baik dan kejujuran nasabah calon debitur untuk membayar kembali kredit yang diterimanya. Penilaian watak calon debitur dimaksudkan untuk mengetahui kemampuanya untuk membayar (willingness to pay). Penilaian tersebut meliputi moral, sifat, perilaku, tanggung jawab, dan kehidupan pribadi calon debitur yang sangat bepengaruh terhadap pelunasan kredit.

  1. Capacity (Kemampuan)

Penilaian terhadap capacity perlu dilakukan untuk mengetahui kemampuan calon debitur untuk membayar kembali kredit serta bunganya. Penilaian kemampuan membayar tersebut dilihat dari kegiatan usaha dan kemampuan mengelola usaha yang akan dibiayai melalui kredit.

  1. Capital (Modal)

Penilaian terhadap capital perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah modal yang dimiliki calon debitur untuk menjalankan usahanya. Makin besar jumlah modal yang ditanam oleh calon debitur, makin menunjukan keseriusan calon debitur dalam menjalankan usahanya. Besarnya jumlah modal yang ditanam berupa benda bergerak dan tidak bergerak.

  1. Collateral (Jaminan)

Penilaian terhadap collateral perlu dilakukan untuk mengetahui nilai barang jaminan yang diserahkan calon debitur untuk menutup risiko kegagalan pengembalian kredit yang akan diperolehnya. Barang jaminan berfungsi sebagai pengaman terhadap kemungkinan ketidak mampuan calon debitur melunasi kredit yang akan diterimanya.

  1. Condition (Keadaan)

Penilaian terhadap condition perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi pada suatu saat di daerah yang mungkin akan mempengaruhi kelancaran calon debitur. Kondisi ini mencakup juga peraturan atau kebijaksanaan pemerintah yang memiliki dampak terhadap keadaan perekonomian yang pada giliranya akan mempengaruhi kegiatan usaha calon debitur.

 

  1. C.            Jaminan Kredit

 

 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 456) didefinisikan bahwa jaminan adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima, janji seseorang untuk menanggung utang/kewajiban pihak lain apabila utang atau kewajiban tersebut tidak dipenuhi. Sedangkan penjaminan merupakan proses, cara perbuatan menjamin.

 

Sri soedewi (1980: 43) menyatakan bahwa jaminan adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima, janji seseorang untuk menanggung utang/kewajiban pihak lain apabila hutang atau kewajiban tersebut tidak dipenuhi. Sedangkan  penjaminan merupakan proses, cara perbuatan menjamin adanya benda tertentu yang dipakai sebagai jaminan yang bersifat perorangan dan adanya orang tertentu yang sanggup membayar atau memenuhi prestasi manakala debitur wanprestasi.

 

M. Bahsan (2007: 18) menyatakan bahwa penanggungan utang merupakan jaminan utang yang bersifat perorangan dan juga dapat diberikan suatu badan yang lazim disebut dengan borgtoch.

 

Abdulkadir Muhammad (2000: 170) menyatakan bahwa  hubungan hutang piutang antara debitur dan kreditur sering disertai jaminan. Jaminan tersebut dapat berupa orang dengan adanya benda jaminan, kreditur mempunyai hak benda jaminan untuk pelunasan piutangnya apabila debitur tidak membayar hutang.

 

Muhammad Djumhana (2003: 397-398) menyatakan bahwa jaminan dalam praktek pemberian kredit, bank memandang perlu dalam rangka untuk menambah keyakinan atas watak dan kemampuan debitur, bank selalu meminta jaminan pemberian kredit dari pihak lain seperti jaminan pribadi, garansi dari bank lain atau jaminan dari induk perusahaan. Jaminan terbagi atas dua jenis, yaitu:

 

  1. Jaminan perorangan atau jaminan pribadi (personal guaranty)

 

Jaminan perorangan yaitu jaminan seseorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur. Jaminan ini dapat dilakukan tanpa sepengetahuan debitur.

  1. Jaminan kebendaan (persoonlijke en zakelijke)

 

Jaminan kebendaan yaitu tindakan berupa penjaminan yang dilakukan oleh kreditur dengan debiturnya, ataupun antara kreditur dengan seseorang pihak ketiga guna menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur.

 

  1. D.      Asuransi dan Usaha Asuransi

 

 

  1. 1.        Pengertian Asuransi

 

 

Ketentuan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang selanjutnya disebut KUHD didefinisikan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan penerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin diderita akibat suatu evenemen.

 

Ketentuan  Pasal 1 angka (1) didefinisikan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

 

Menurut Abbas Salim (1993: 1) menyatakan bahwa asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substansi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.

 

Asuransi adalah perjanjian antara kedua belah pihak atau lebih untuk melakukan peralihan risiko yang mungkin akan timbul diderita oleh tertanggung kepada penangung dengan membayar sejumlah premi kepada penangung. Asuransi merupakan sebuah sistem untuk merendahkan kehilangan finansial dengan menyalurkan risiko kehilangan dari seseorang atau badan ke pihak lainnya (www. google. com).

 

  1. 2.        Usaha Asuransi

 

 

Abdulkadir Muhammad (2002: 10) menyatakan bahwa usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.

 

Ketentuan Pasal 3 huruf (a) Undang-undang Asuransi didefinisikan usaha asuransi kedalam tiga jenis kelompok yaitu:

  1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti;
  2. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan;
  3. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.

Ketentuan Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Asuransi didefinisikan  bahwa perusahaan asuransi kerugian adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian kehilangan manfaat, tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.

 

3. Unsur-unsur Asuransi

 

 

Menurut Abdulkadir Muhammad (2002: 8) menyatakan bahwa unsur-unsur asuransi sebagai berikut:

 

  1. Pihak-pihak

 

Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi yaitu penanggung dan tertanggung. Penanggung yang mengadakan perjanjian asuransi. Penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak. Penanggung wajib memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi. Sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan.

 

  1. Status Pihak-Pihak

 

 

Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, dapat berbentuk perseroan terbatas (PT), atau perusahaan perseroan (Persero), atau koperasi. Tertanggung  dapat berstatus perseorangan, persekutuan atau badan hukum, baik sebagai perusahaan ataupun bukan perusahaan. Tertanggung berstatus sebagai pemilik atau pihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan.

 

  1. Objek Asuransi

 

Objek  asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi kerugian tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai imbalan pengalihan risiko.

 

  1. Peristiwa Asuransi

 

Peristiwa Asuransi adalah perbuatan hukum berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dan tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti, yang mengancam benda asuransi, dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis.

 

  1. Hubungan Asuransi

 

Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah keterikatan yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan bebas. Keterikatan tersebut berupa kesediaan secara sukarela dari penanggung dan tertanggung untuk memenuhi kewajiban dan hak masing-masing terhadap satu sama lain secara timbal balik. Sejak tercapainya kesepakatan asuransi, tertanggung terikat dan wajib membayar asuransi kepada penaggung dan penaggung menerima pengalihan risiko. Jika terjadi evenemen yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penaggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan polis asuransi.

 

Abdulkadir Muhammad (2002: 9-10) menyatakan bahwa salah satu unsur penting dalam peristiwa asuransi yang terdapat dalam rumusan pasal 246 KUHD adalah ganti kerugian. Unsur tersebut hanya kepada asuransi kerugian (loss insurance) yang objeknya adalah harta kekayaan. Beberapa unsur yang harus ada pada asuransi kerugian sebagai berikut:

(1)     Penanggung dan tertanggung;

(2)     Persetujuan bebas antara penanggung dan tertanggung;

(3)     Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;

(4)     Tujuan yang ingin dicapai;

(5)     Risiko dan premi;

(6)     Evenemen dan ganti kerugian;

(7)     Syarat-syarat yang berlaku;

(8)     Bentuk akta polis.

 

  1. E.            Asuransi Islam

 

 

  1. 1.        Pengertian Asuransi Islam

 

 

Dalam bahasa arab, asuransi dikenal dengan istilah at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin, tertanggung disebut mu’amman lahu atau mustamin. Menurut Muhammad Syakir Sula (Gemala Dewi, Karmaen Perwaataatmadja,  Wirdyaningsih, Yenni Salam Barlinti 2005: 221) menyatakan bahwa At-ta’min  diambil dari amana yang artinya memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut seperti yang disebut dalam Q.S Quraisy (106): 4, yaitu “Dialah Allah yang mengamankan mereka dari ketakutan”. Pengertian dari at-ta’min adalah seseorang membayar atau menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk mendapatkan ganti terhadap harta yang hilang. 

 

Wahbah az-Zuhaili (Gemala Dewi, Karmaen Perwaataatmadja,  Wirdyaningsih, Yenni Salam Barlinti 2005: 222), asuransi berdasarkan pembagianya dibagi ke dalam dua bentuk, yaitu at-ta’min at’ta’wuni atau asuransi tolong menolong adalah “kesepakatan sejumlah orang untuk membayar sejumlah uang sebagai ganti kerugian ketika salah seorang diantara mereka mendapat kemudaratan”  dan at-ta’min bi qist sabit atau asuransi dengan pembagian tetap adalah “akad yang mewajibkan seseorng membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri dari beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi mendapatkan kecelakaan  ia diberi ganti rugi.”

 

Ahmad az-Zarqa (Gemala Dewi, Karmen Perwataatmadjda, Wirdyaningsih, Yenni Salam Barlinti 2002: 222),  asuransi adalah sebagai suatu cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya, atau dalam aktifitas ekonominya. Sistem asuransi adalah sistem ta’awun dan tadhamun yang bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah oleh sekelompok tertanggung kepada orang yang tertimpa musibah tersebut.

 

Gemala Dewi, Karmen Perwataatmadjda, Wirdyaningsih, Yenni Salam Barlinti (2002: 222) menyatakan bahwa asuransi Islam di Indonesia dikenal dengan Takaful. Takaful berasal dari takafala-yatakafalu yang berarti menjamin atau saling menaggung. Mohd. Ma’sum mendefinisikan Takaful mutual guarantee provided by a group of people living in the same society against a defined risk or catastrophe befalling one’s life, property or any form of valuable things.

 

Muhammad Syakir Sula (Gemala Dewi, Karmaen Perwataatmadja, Wirdyaningsih, Yenni Salam Barlinti, 2005: 223), Takaful dalam pengertian muamalah adalah saling memikul risiko di antara sesama orang, sehingga antara yang satu dan yang lainya menjadi penanggung atas risiko yang lainya. Dalam Ensiklopedia Islam, digunakan istilah at-Takaful al-ijtima’i atau solidaritas yang diartikan sebagai sikap anggota masyarakat Islam yang saling memikirkan, memperhatikan, dan membantu mengatasi kesulitan; anggota masyarakat Islam yang satu merasakan penderitaanya sendiri dan keberuntunganya adalah juga keberuntungan orang lain.

 

Menurut Dewan Syariah Nasional dalam Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 Bagian Pertama Ketentuan Umum Angka (1) didefinisikan bahwa pengertian asuransi syariah (ta’min, Takaful, atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang memberikan pula pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

 

 

 

 

  1. 2.        Konsep dan Filosofi PT. Asuransi Takaful

 

TRD Departement Takaful Indonesia (2007: 9), segala musibah dan bencana yang menimpa manusia adalah ketentuan Allah. Namun, manusia wajib berikhtiar untuk memperkecil risiko dan juga dampak keuangan yang mungkin timbul. Upaya tersebut seringkali tidak memadai, sehingga tercipta kebutuhan akan mekanisme membagi risiko seperti yang ditawarkan oleh Takaful.

 

TRD Departement Takaful Indonesia (2007: 10-11), perusahaan asuransi syariah Takaful beroperasi dengan konsep tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana telah digariskan di dalam Al-Qur’an, “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa” (QS. Al-Maidah: 2). Dengan landasan ini, Takaful menjadikan semua peserta sebagai satu keluarga besar yang akan saling melindungi dan secara bersama menanggung risiko keuangan dari musibah yang mungkin terjadi di antara mereka. Prinsip-prinsip Syariah yang dijalankan pada akad Takaful dilandaskan pada Mudharabah, Wakalah, Tabarru’, Takaful dan Ta’awun. Akad-akad Takaful tidak mengandung unsur riba (bunga uang), maisir (Judi), dan gharar (untung-untungan) yang dilarang dalam akad-akad keuangan islami.

 

 

 

 

 

 

  1. F.             Kerangka Pikir

 

 

SHAPE  \* MERGEFORMAT

Bank prinsip syariah

Asuransi Syariah (Takaful)

Peralihan Risiko

Pembiayaan kredit

Takaful Kerugian (Asuransi kredit)

Syarat danProsedur

Proses penyelesaian klaim

Dasar hukum penjaminan

Tanpa Jaminan

Penjaminan Kredit

 

Berdasarkan kerangka pikir yang telah digambarkan tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:

 

Bank dengan prinsip syariah melakukan kegiatan usaha yang salah satu usahanya adalah pembiayaan kredit kepada masyarakat. Pemberian pembiayan kredit dilakukan dengan beberapa pertimbangan salah satunya adalah jaminan. Jaminan  pembiayaan kredit sekurang-kurangnya memiliki nilai sama dengan jumlah kredit yang diterima calon debitur. Kemudian dalam perkembangan saat ini untuk pembiayaan kredit berjumlah kecil tidak lagi harus menyertakan jaminan bahkan untuk pembiayaan kredit jumlah kecil cenderung tanpa jaminan. Bank dalam menghindari risiko akibat tidak dibayarnya kredit bank memerlukan jaminan dari pihak lain untuk menjamin kredit yang diberikan kepada debitur. Dalam praktek terhadap pinjaman tanpa jaminan tersebut oleh bank dijaminkan melalui lembaga asuransi berupa asuransi kerugian. Bank umum dari sistem konvensional akan mengasuransikan pinjaman itu melalui asuransi dengan sistem konvensional. Sedangkan bank  pada prinsip syariah akan mengasuransikan pinjaman itu pada asuransi syariah. Salah satu asuransi syariah yang menerima dan memberikan jaminan bagi pinjaman dari bank dengan prinsip syariah adalah PT. Asuransi Takaful Umum.

 

PT. Asuransi Takaful Umum merupakan sebuah lembaga keuangan non bank yang bergerak di bidang keuangan dengan konsep asuransi Islam yang berasaskan Takaful yaitu merupakan perpaduan rasa tanggung jawab antar peserta. PT. Asuransi Takaful Umum menjamin kredit yang dilakukan bank yang kepada debitur yang cenderung tanpa jaminan. Bank  melakukan peralihan risiko yang mungkin akan timbul akibat wanprestasi terhadap pembayaran dari pihak debitur kepada PT Asuransi Takaful Umum.

 

Penelitian ini ingin memperoleh gambaran secara jelas, rinci, dan sistematis mengenai penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank pada Asuransi Takaful Umum cabang Lampung, sehingga  akan diketahui  dasar hukum yang digunakan dalam penjaminan, syarat dan prosedur penjaminanya, dan proses penyelesaian klaim asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank tersebut.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

  1.                                                                                                                                          III.      METODE PENELITIAN

 

 

 

 

  1. A.     Jenis Penelitan dan Tipe Penelitian

 

 

Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif  yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan mengkaji ketentuan hukum positif (perundang-undangan) dan kontrak perjanjian dalam peristiwa hukum penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank studi pada PT. Asuransi Takaful Umum cabang Lampung.

 

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan menggambarkan atau mendeskripsikan secara jelas, rinci, dan sistematis mengenai dasar hukum, syarat dan prosedur, serta proses penyelesain klaim penjaminan melalui asuransi kerugian bagi  pembiayaan kredit bank studi pada PT Asuransi Takaful Umum cabang Lampung.

 

  1. B.     Pendekatan Masalah

 

 

Pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus (case stady) yaitu pendekatan yang mengacu kepada keberlakuan peraturan perundang-undangan dan perjanjian yang terkait dengan penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank  yang dilaksanakan oleh PT. Asuransi Takaful Umum.

 

 

  1. C.     Sumber Data

 

 

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.

  1. Data primer

 

Data primer yaitu data yang diperoleh lansung dari tempat penelitian melalui wawancara dari sumber lokasi penelitian yang terkait dengan penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank. Data primer ini digunakan sebagai penjelas atau pendukung data sekunder.

  1. Data sekunder

 

Data sekunder adalah data yang berasal dari literatur hukum dan peraturan hukum. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

  1. Bahan hukum primer (primary law material) merupakan bahan  hukum yang bersifat mengikat berupa perundang-undangan yang terdiri dari:

(1)      Undang–Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Peransuransian (Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992)

(2)      Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan (Lembaran Negara 182 Tahun 1998)

  1. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan yaitu berupa literatur-literatur yang ada kaitannya dengan permasalahan yang ditulis.
  2. Bahan hukum tersier yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih dikenal dengan nama acuan bidang hukum, misalnya kamus hukum dan indeks majalah hukum dan bahan-bahan di luar bidang hukum, seperti majalah hukum dan pencarian data melalui internet.

 

  1. C.     Metode Pengumpulan Data

 

Metode pengumpulan data dalam penelitian yang digunakan, yaitu:

1. Studi Pustaka (library research) dilakukan dengan cara mempelajari, membaca, mencatat, memahami dan mengutip data-data yang diperoleh dari beberapa literatur berupa buku-buku, peraturan hukum, yang berkaitan dengan pokok bahasan;

2 Studi Dokumen dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari dokumen penjaminan  melalui asuransi kerugian bagi  pembiayaan kredit bank studi pada PT Asuransi Takaful Umum cabang Lampung. Dokumen-dokumen tersebut tidak dipublikasikan melalui perpustakaan umum.

 

  1. D.     Pengolahan Data

 

Data yang diperoleh atau terkumpul selanjutnya diolah dengan menggunakan langkah langkah sebagai berikut:

  1. Pemeriksaan data /editing

Hal ini dilakukan setelah semua data dikumpulkan melalui wawancara. Tujuannya adalah untuk menentukan kelengkapan data yang sesuai pokok bahasan.

  1. Klasifikasi data

Menempatkan data menurut kelompok kelompok yang ditentukan sehingga diperoleh data yang obyektif dan sistematis sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

  1. Sistematisasi data

Penyusunan data berdasarkan urutan data yang telah ditentukan dan sesuai dengan pokok bahasan secara sistematis.

  1. E.     Analisis Data

 

Setelah pengolahan data selesai dilakukan analisis secara kualitalif. Analisis kualitatif yaitu analisis yang dijabarkan dalam bentuk kalimat dengan jelas dengan menguraikan data tersebut menurut kerangka bahasa yang telah ditentukan sehingga memperoleh gambaran yang jelas mengenai pembahasan dalam penelitian ini sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan tepat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

 

 

  1. A.       Gambaran Umum Lokasi Penelitian

 

  1. 1.        PT. Asuransi Takaful

 

PT Syarikat Takaful Indonesia didirikan berdasarkan Akta No. 151 Tanggal 25 April 1994. Dibuat di hadapan Notaris Pengganti Nyonya Lely Roostiati Yudhoparipurno, SH dan telah memperoleh persetujuan Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Nomor C2-6712 HT.01.01.TH.94 Tanggal 28 April 1994.

 

PT. Syarikat Takaful Indonesia berdiri pada 24 Februari 1994 atas prakarsa Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI), yang dimotori oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia Tbk, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Departemen Keuangan RI, serta beberapa pengusaha muslim Indonesia. Kepemilikan saham mayoritas Takaful Indonesia saat ini dikuasai oleh Syarikat Takaful Malaysia Berhad (56,0%) dan Islamic Development Bank (26,39%), sedangkan selebihnya oleh pemegang saham lain, termasuk PT Permodalan Nasional Madani (6,92%) dan PT Bank Muamalat Tbk (5,91%).

 

TakafulIndonesiasebagai pelopor asuransi syariah diIndonesia, melayani kebutuhan masyarakat akan jasa asuransi dan perencanaan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah. PT. Asuransi Takaful  memiliki dua anak perusahaan operasional yaitu:

  1. PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK)
  2. PT Asuransi Takaful Umum (ASURANSI TAKAFUL UMUM).

 

PT Asuransi Takaful Umum didirikan berdasarkan Akta No. 46 Tanggal 5 Mei 1994. Dibuat di hadapan Notaris Yudo Paripurno, SH dan telah memperoleh persetujuan Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Nomor C2.18.286.HT.01.01.TH.94 Tanggal 14 Desember 1994 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 21 Februari 1995 No.15 Tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 1660 Tahun 1995 yang telah diubah dengan Akta No. 93 Tanggal 21 Juni 1996 dan telah memperoleh persetujuan Menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Nomor: C2-12.327.HT.01.04.TH.97 Tanggal 27 November 1997 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 3 Juli 2001 Tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 4289 Tahun 2001. PT Asuransi Takaful Umum beroperasi berdasarkan :

  1. SuratDeparteman Keuangan RepublikIndonesia: S-1081/KMK.17/1994 Tanggal 19 Juli 204 Perihal: Persetujuan Prinsip PT Asuransi Takaful Umum
  2. Keputusan Menteri Keuangan RepublikIndonesiaNomor: 247/KMK/07/1995 Tentang Pemberian Izin Usaha di Bidang Asuransi Kerugian kepada PT Asuransi Takaful Umum Tanggal 1 Juni 1995.

PT Asuransi Takaful Umum yang bergerak di bidang asuransi kerugian syariah didirikan pada 2 Juni 2005 dengan peresmian oleh Menteri Riset dan Teknologi/Ketua BBPT saat itu, Prof. Dr. B.J. Habibie. Dalam menjalankan kegiatan usaha PT. Asuransi Takaful Umum memiliki beberapa jenis produk asuransi.

 

PT. Asuransi Takaful mendasarkan legalitasnya pada Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dalam menjalankan operasional PT. Asuransi Takaful menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah. Peraturan  perundang-undangan yang berkaitan dengan asuransi Islam yaitu:

  1. Keputusan Menteri Keuangan RepublikIndonesiaNomor 426/ KMK. 06/ 2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan dan Perusahaan Asuransi.
  2. Keputusan Direktur Jendral Lembaga Keuangan Nomor Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian, dan Pembatasan Investasi Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.

 

  1. 2.        Visi Takaful dan Misi Takaful

 

 

  1. Visi Takaful

 

Menjadi grup asuransi terkemuka yang menawarkan jasa Takaful dan keuangan syariah yang komprehensif dengan jangkauan signifikan di seluruhIndonesiamenjelang tahun 2011.

 

  1. Misi Takaful

 

Kami bertekad memberikan solusi dan pelayanan terbaik dalam perencanaan keuangan dan pengelolaan risiko bagi umat dengan menawarkan jasa Takaful dan keuangan syariah yang dikelola secara profesional, adil, tulus dan amanah.

 

  1. B.       Dasar hukum Penjaminan melalui Asuransi Kerugian bagi Pembiayaan Kredit Bank

 

 

Pelaksanaan penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank terjadi atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan. Dasar hukum penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank dapat ditinjau dari dua segi yaitu segi perbankan dan segi asuransi.

 

Segi perbankan didasarkan ketentuan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan (UUP). Ketentuan UUP mengaturbahwa bank dalam melakukan pemberian kredit harus melakukan analisis terlebih dahulu, salah satu analisis pemberian kredit adalah analisis jaminan. Ketentuan UUP mengatur bahwa bank dapat melakukan penjaminan kepada pihak ketiga. Bank melakukan penjaminan kepada pihak ketiga merupakan penerapan prinsip kehati-hatian.

 

Segi asuransi didasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (UU Perasuransian). UU Perasuransian mengatur  bahwa  pihak asuransi dapat melakukan penanggungan atau penjaminan risiko yang mungkin akan diderita tertanggung. Uraian secara rinci dasar hukum penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank dari segi bank dan asuransi dapat diuraikan sebagai berikut:

 

  1. 1.        Bank

 

Bank merupakan  badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkanya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kredit adalah salah satu  kegiatan bank yang merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

 

Ketentuan Pasal 8 UUP mengatur bahwa bank dalam melaksanakan kegiatan usahanya berupa pemberian kredit, wajib:

(1)     mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan;

(2)     memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BankIndonesia.

 

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 UUP bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian pada pihak bank sebagai kreditur yaitu dengan bekerja sacara profesional menganalisis setiap proposal kredit yang diajukan oleh debitur. Bank menyalurkan dana masyarakat dalam kredit atau pembiayaan diprioritaskan kepada koperasi, pengusaha kecil, dan menengah.

 

Ketentuan Pasal 8 dan 29 UUP selanjutnya diatur  lebih lanjut dalam peraturan Bank Indonesia. Pengaturan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

(1)     ketentuan Pasal 8 ayat (1) UUP mengenai pelaksanaan pemberian kredit di atas maka bank wajib melakukan analisis kredit yang mendalam atas permohonan kredit yang mendalam atas permohonan  kredit yang diajukan oleh calon debitur. Analisis pemberian kredit meliputi penilaian atas watak, kemampuan, modal, agunan (jaminan), dan prospek usaha debitur. Unsur-unsur analisis pemberian  kredit tersebut dikenal dengan sebutan konsep lima C.

(2)     ketentuan Pasal 8 ayat (2) UUP bank wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan  yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia memberi Kebijaksanaan Perkreditan Bank (KPB) dengan SK Direksi BI No. 27/162/KEP/DIR. SK Direksi Bank Indonesia tersebut mengatur dan menetapkan kewajiban Bank umum untuk memiliki dan menerapakan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (KPB).

(3)     ketentuan Pasal 29 UUP bank wajib memelihara tingkat kesehatan dengan prinsip kehati-hatian selanjutnya di rujuk pada ketentuan Peraturan  Bank Indonesia yaitu Peraturan  BI No. 6/16/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum yang mengatur bahwa bank wajib melaksanakan kegiatan usaha bardasarkan prinsip kehati-hatian dalam rangka menjaga atau meningkatkan tingkat kesehatan bank.

Ketentuan Pasal 8 UUP merupakan dasar pertimbangan pemberian kredit pada bank dilakukan dengan mengacu pada konsep lima C UUP. Salah satu penilaian dari konsep lima C adalah penilaian jaminan (agunan) yang disediakan debitur.

 

Menurut M. Bahsan (2007: 108) jaminan  kredit perbankan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok jaminan yaitu jaminan barang bergerak, jaminan barang tidak bergerak dan jaminan perorangan (penanggung hutang). Jaminan penanggungan hutang ini dapat berupa jaminan pribadi (personal guaranty) dan jaminan perusahaan (company/corporate/guaranty). Hal ini berdasarkan ketentuan Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang dikenal penanggungan hutang ini dengan istilah borgtogcht. Penanggungan utang adalah suatu persetujuan yang dibuat seorang pihak ketiga utuk kepentinan pihak pemberi pinjaman dengan mengikatkan dirinya guna memenuhi perikatan pihak peminjam bila pihak peminjam wanprestasi terhadap pihak pemberi pinjaman.

 

Bank dalam melakukan pembiayaan kredit terhadap usaha kecil atau dalam jumlah kecil cenderung tanpa jaminan bahkan tidak ada jaminan. Tidak adanya jaminan dari pihak calon debitur  kemudian dapat dilakukan penjaminan  kepada lembaga penjamin yang dimiliki pemerintah dan/atau swasta yang di atur pada Bab VI Pasal 21 sampai 25 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yamg selanjutnya disebut UU Usaha Kecil. Ketentuan Bab VI Pasal 21 sampai 25 UU Usaha Kecil  mengatur  mengenai pembiayaan dan penjaminan.

 

Ketentuan Pasal 23 UU Usaha Kecil mengatur  bahwa pembiayaan bagi usaha kecil dapat dijamin oleh lembaga penjamin yang dimiliki pemerintah dan atau swasta. Lembaga penjaminan dapat dalam bentuk penjaminan pembiayaan kredit bank, penjaminan pembiayaan bagi hasil, penjaminan pembiayaan lainnya. Penjaminan pembiayaan lainya adalah penjaminan dalam bentuk jaminan perorangan dan jaminan perusahaan (avalis).

 

Ketentuan Pasal 24 UU Usaha Kecil  mengatur bahwa lembaga penjamin yang dimaksud dalam Pasal 23 terdiri atas lembaga penjamin yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan lembaga lainya yang ditetapkan sebagai lembaga penjamin.

 

Dalam praktik terhadap pinjaman tanpa jaminan tersebut bank selanjutnya menjaminkan melalui lembaga asuransi berupa asuransi kerugian. Penjaminan ini terjadi saat bank akan melakukan pencairan dana kepada debitur, bank menjaminkan melalui asuransi kerugian.

 

Dari uraian beberapa ketentuan perundang-undangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi dasar hukum penjaminan melalui asuransi bagi pembiayaan kredit bank dilihat dari segi bank adalah:

(1)     Pasal 8 dan 29 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (UUP);

(2)     SK Direksi BI No. 27/162/KEP/DIR yang mengatur dan menetapkan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan menerapkan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (KPB);

(3)     Peraturan BI No. 6/16/PBI/2004 tentang Sistem  Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum;

(4)     Bab IV Pasal 21 sampai 25 UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

 

Berdasarkan peraturan-peraturan di atas maka bank mempunyai kebijakan menjaminkan pembiayaan kredit tanpa jaminan tersebut kepada pihak asuransi. Kemudian hal ini di tinjau dari segi asuransi sebagai pihak penjamin.

 

  1. 2.        Asuransi

 

PT. Asuransi Takaful mendasarkan legalitasnya pada Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. PT. Asuransi Takaful menjalankan usahanya dengan menggunakan pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Asuransi Syariah.

 

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (5) UU No.2 Tahun 1992 tentang perasuransian maka Asuransi Takaful Umum adalah perusahaan asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian kehilangan manfaat, tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. Asuransi  Takaful merupakan asuransi syariah yaitu dengan berdasarkan Surat Departemen Keuangan Republik Indonesia Nomor: S-1081/KMK.17/1994 Tanggal 19 Juli 2004 tentang  Persetujuan Prinsip PT Asuransi Takaful Umum .

 

Takaful dalam menjalankan usahanya memiliki beberapa produk asuransi sebagaimana Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 247/KMK/07/1995 tentang Pemberian Izin Usaha di Bidang Asuransi Kerugian kepada PT Asuransi Takaful Umum Tanggal 1 Juni 1995. Salah satu produk asuransi Takaful adalah asuransi kredit yang dalam syariahnya disebut dengan Asuransi Tamwil.

 

Takaful Tamwil adalah asuransi pembiayaan kredit berupa asuransi penjaminan pembiayaan kredit. Tamwil merupakan penutupan pertanggungan atas risiko tidak di terimanya pelunasan kredit dari debitur terhadap pembiayaan kredit yang diberikan oleh bank syariah. Tujuan Takaful Tamwil adalah memberikan jaminan kepada lembaga bank syariah dan atau lembaga keuangan syariah akan kemungkinan risiko tidak terlunasinya pinjaman atas pembiayaan kredit yang disalurkan kepada nasabahnya akibat risiko-risiko yang dijamin oleh kondisi polis Takaful Tamwil.

 

Bank melakukan penjaminan melalui asuransi kerugian dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak asuransi berdasarkan prinsip Takaful (prinsip syariah). Penjaminan melalui asuransi kerugian ini didasarkan pada perjanjian sesuai dengan hukum Islam. Penjaminan melalui asuransi kerugian ini terjadi pada saat terjadinya akad (perjanjian) yaitu  pertalian penawaran (ijab) dengan persetujuan (qabul) terhadap suatu objek menurut cara-cara yang sesuai dengan syariah. Akad asuransi Takaful pada dasarnya merupakan suatu konsep akad mudharabah.

 

Dari uraian beberapa ketentuan perundang-undangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang menjadi dasar asuransi dapat menjamin pembiayaan kredit  bagi bank dilihat dari segi asuransi adalah:

(1)          Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

(2)          Surat Departemen Keuangan Republik Indonesia S-1081/KMK.17/1994 Tanggal 19 Juli 2004 tentang Persetujuan Prinsip PT Asuransi Takaful Umum;

(3)          Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:  247/KMK/07/1995 tentang Pemberian Izin Usaha di Bidang Asuransi Kerugian kepada PT Asuransi Takaful Umum Tanggal 1 Juni 1995.

 

  1. C.       Syarat dan Prosedur Penjaminan Asuransi Kerugian bagi Pembiayaan Kredit Bank

 

 

Penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank dilakukan oleh bank untuk menjaminkan pembiayaan kredit yang dilakukan  kepada pihak peminjam kepada pihak Asuransi Takaful. Status  para pihak dalam penjaminan asuransi kerugian bagi pembiayan kredit bank ini pihak bank disebut dengan tertanggung, peminjam atau debitur disebut dengan debitur tertanggung, dan Asuransi Takaful adalah penanggung. Permohonan penjaminan yang dilakukan oleh bank kepada pihak asuransi dalam pengajuan permohonanya bank terdapat syarat dan prosedur yang harus dipenuhi oleh bank maupun debitur tertanggung. Syarat dan prosedur tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

 

  1. 1.        Syarat Penjaminan Asuransi Kerugian Bagi Pembiayaan Kredit Bank

 

Syarat adalah sebagai tuntutan atau permintaan yang harus dipenuhi. Syarat penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank merupakan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bank untuk mendapat jaminan dari pihak asuransi.

 

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Nine sebagai staf administrasi PT. Asuransi Takaful Umum mengenai penjaminan asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit, bank mengajukan permohonan penjaminan asuransi kerugian dengan objeknya adalah pembiayaan kredit yang dilakukan kepada debitur. Dalam permohonan pembiayaan kredit tersebut terdapat syarat yang harus dipenuhi oleh bank. Secara umum syarat permohonan penjaminan asuransi kerugian tersebut terbagi menjadi dua yaitu syarat penjaminan pembiayaan kredit atas nama perusahaan badan hukum dan permohonan pembiayaan kredit atas nama perorangan. Syarat tersebut secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

 

  1. a.        Syarat permohonan penjaminan pembiayaan atas nama perusahaan badan hukum

 

 

Syarat permohonan pembiayaan atas nama perusahaan badan hukum merupakan  syarat yang harus dipenuhi oleh calon debitur tertanggung yang pengajuan  pembiayaan kredit dengan atas nama perusahaan badan hukum kepada pihak  bank. Bank sebelum melakukan pencairan terhadap permohonan debitur, bank menjaminkan pembiayaan kredit tersebut kepada pihak asuransi sebagai pihak penanggung pembiayaan kredit apabila debitur tertanggung wanprestasi. Pihak- pihak dalam penjaminan melalui asuransi kerugian ini lebih dikenal dangan pihak bank sebagai pihak tertanggung, debitur sebagai debitur tertanggung dan Asuransi Takaful adalah pihak penanggung. Secara rinci syarat permohonan pembiayaan atas nama perusahaan badan hukum tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Permohonan penjaminan pembiayaan atas nama perusahaan badan hukum yang diterima oleh pihak asuransi hanya ditujukan untuk  karyawan tetap perusahaan dengan usia pada saat jangka waktu pembiayaan jatuh tempo tidak melebihi batas usia memasuki persiapan pensiun;
  2. Calon debitur tertanggung atau penerima pembiayaan wajib menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh manager dari perusahaan badan hukum tersebut yang menyatakan:
    1. penerima pembiayaan (calon debitur tertanggung) adalah karyawan dari perusahaan tersebut dengan masa kerja minimal 2 (dua) tahun dan tidak sedang proses PHK;
    2.  menjamin kelancaran pengembalian pembiayaan sampai lunas.
    3. Ketentuan syarat penjaminan untuk pembiayaan yang penggunaanya untuk pembelian rumah dan kendaraan mewah bermotor wajib menyerahkan bukti pemilik kendaraan bermotor dan surat hak milik kepada bank;
    4. Calon debitur tertanggung juga harus menyerahkan surat keterangan dari bendahara yang membayar gaji karyawan (debitur tertanggung) dari perusahaan tersebut yang menyatakan sanggup untuk memotong gaji debitur tertanggung dan menyetor hasil pemotongan gaji kepada bank untuk membayar sampai lunas;
    5. Menyerahkan surat keterangan dari pengurus perusahaan yang menyatakan bahwa perusahaan menjamin kelancaran pembayaran angsuran pengembalian pembiayaan atas nama anggotanya di bank sampai lunas.

 

  1. b.        Syarat permohonan penjaminan pembiayaan atas nama perorangan

 

Syarat permohonan penjaminan pembiayaan atas nama perorangan merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh calon debitur tertanggung yang pengajuan  pembiayaan kredit dengan atas nama perseorangan kepada pihak bank. Secara rinci syarat permohonan pembiayaan atas nama perseorangan tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Debitur tertanggung menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani oleh manager personalia perusahaan badan hukum tempat debitur tertanggung bekerja yang menyatakan bahwa:
    1. pemohon adalah benar merupakan karyawan tetap dengan masa kerja minimal 2 (dua) tahun sejak terbit SK karyawan tetap;
    2. menjamin kelancaran pengembalian pembiayaan sampai lunas menjamin pelunasan pembiayaan sebesar 100% dari sisa kewajiban yang bersumber taspen/astek, THT, pesangon, uang penghargaan kerja, uang penggantian hak yang akan diterima/hak-hak lain yang akan diterima jika terjadi PHK, pensiun, mengundurkan diri.
    3. Permohonan penjaminan asuransi kerugian juga harus menyertakan surat dari calon debitur tertanggung  yang menyatakan bahwa:
      1. memberi kuasa kepada bendahara gaji untuk memotong gaji sebesar angsuran tiap bulan untuk pembayaran cicilan pembiayaan, hingga lunas (surat kuasa potongan gaji)
      2. memberi hak pengalihan hak kepada bank atas hak preference yang akan diterima (taspen astek, THT, pesangon, uang penghargaan kerja, uang penggantian hak yang akan diterima/ hak hak lain yang akan diterima) jika terjadi PHK, mengundurkan diri, pensiun.

 

 

 

 

  1. 2.        Prosedur penjaminan pada Asuransi Kerugian Bagi Pembiayaan Kredit

       Bank

 

 

Prosedur adalah merupakan tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu  aktivitas. Prosedur penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank ini adalah sebuah tahapan-tahapan untuk melakukan penjaminan oleh asuransi bagi pembiayaan kredit bank. Terjadinya penjaminan asuransi kerugian ini setelah terjadi kesepakatan antara tertanggung dan penanggung. Prosedur penjaminan secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

 

  1. Pengajuan dan aplikasi

 

 

Pihak bank dengan prinsip syariah melakukan pembiayaan kredit kepada debitur sesuai dengan pengajuan pembiayaan kredit yang dimohonkan debitur kepada bank. Bank mangeluarkan surat penegasan persetujuan pembiayaan (SP3) kepada debitur yang memuat mengenai perihal perjanjian pembiayaan kredit antara bank dan debitur. SP3 berisi persetujuan bank terhadap permohonan debitur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi debitur atas pembiayaan yang diajukan.  Secara rinci  SP3 berisi sebagai berikut.

(1)      Tanggal dan nomor surat;

(2)     Nama dan alamat debitur;

(3)     Perihal surat;

(4)     Struktur pembiayaan yang memuat

  1. Fasilitas;
  2. Jaminan;
  3. Biaya-biaya;

(5)     Syarat penandatanganan akad pembiayaan;

(6)     Syarat pencairan pembiayaan ;

(7)     Syarat-syarat lain.

 

  1. Pengajuan surat permohonan

 

 

Bank setelah memberikan surat SP3 kepada debitur maka bank selanjutnya mengajukan surat permohonan penjaminan pembiayaan (tamwil) atas nama debitur kepada pihak pimpinan kepala PT. Asuransi Takaful umum. Surat permohonan penjaminan pembiayaan (tamwil) berisi mengenai:

(1)     Tanggal dan nomor surat;

(2)     Nama dan alamat penanggung;

(3)     Perihal surat;

(4)     Nama dan alamat debitur;

(5)     Plafond  pembiayaan dan jangka waktu pembiayaan;

(6)     dan dengan melampirkan kartu identiatas debitur dan SP3.

 

  1. Pengiriman internal memo

 

 

Asuransi Takaful Umum setelah menerima pengajuan surat permohonan penjaminan pembiayaan (tamwil) dari bank selanjutnya Asuransi Takaful Umum mengirim internal memo kepada manager Asuransi Takaful Umum Pusat. Memo internal tersebut  adalah pemberitahuan kepada Asuransi Takaful Umum Pusat bahwa ada permohonan penjaminan pembiayaan (tamwil) yang diajukan oleh bank. Memo internal tersebut berisi:

(1)     Perihal permohonan (tamwil);

(2)     Nama  bank (debitur) dan debitur (debitur tertanggung);

(3)     Nilai pembiayaan kredit;

(4)     Jangka waktu pembiayaan serta melampirkan SP3.

 

  1. Analisis dan persetujuan permohonan

 

 

Manager Asuransi Takaful Umum Pusat melakukan analisis internal memo yang berisi permohonan tamwil, selanjutnya mengirim persetujuan tamwil kepada Asuransi Takaful Umum Lampung. Persetujuan  tamwil mengenai penerbitan Surat Persetujuan Prinsip Permohonan Asuransi (SP3A) yang didalamnya mengatur  kondisi/syarat yang harus dipenuhi oleh tertanggung yang ditetapkan oleh Asuransi Takaful Umum Pusat dan penerbitan polis.

 

  1. Penerbitan SP3A

 

 

Asuransi Takaful Umum  cabang Lampung menerbitkan SP3A atas nama debitur tertanggung kepada bank. SP3A tersebut sesuai dengan persetujuan yang di tetapkan Asuransi Takaful Umum Pusat dalam internal memo yang berisi:

(1)     Nama penanggung;

(2)     Tempat dan tanggal;

(3)     Perihal surat;

(4)     Ketentuan pihak-pihak dalam asuransi;

(5)     Besarnya penanggungan;

(6)     Jangka waktu;

(7)     Premi;

(8)     Warantty;

(9)     dan syarat-syarat yang harus dilengkapi oleh bank.

 

  1. Pemeriksaan kelayakan dokumen

 

 

Bank melengkapi syarat-syarat yang harus dipenuhi dan mengirimkan syarat-syarat kepada pihak asuransi yang disertai pernyataan persetujuan SP3A. Asuransi Takaful Umum selanjutnya memeriksa kembali kelayakan dokumen bank sebagai calon tertanggung.

 

  1. Penerbitan polis

 

 

Asuransi Takaful Umum setelah memeriksa kelayakan dokumen selanjutnya menerbitkan polis yang diberikan kepada pihak bank sebagai dokumen penjaminan asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank oleh Asuransi Takaful Umum Lampung. Secara rinci isi polis memuat:

(1)     Nama penanggung dan nomor polis;

(2)     Nama dan alamat tertanggung;

(3)     Jumlah pembiayaan kredit;

(4)     Jangka waktu pertanggungan;

(5)     Jenis/skim pembiayaan kredit;

(6)     Pihak-pihak;

(7)     Objek asuransi;

(8)     Wilayah;

(9)     Pengungkapan fakta;

(10) Pembayaran premi;

(11) Syarat-syarat berlakunya pertanggungan;

(12) Mulai dan berakhirnya risiko;

(13) Risiko kerugian yang dijamin;

(14) Kewajiban tertanggung;

(15) Biaya asuransi;

(16) Besarnya pencairan pertanggungan kredit;

(17) Timbulnya hak tertanggung untuk mengajukan pencairan pertanggungan;

(18) Dokumen pendukung klaim;

(19) Batalnya hak tertanggung atas kerugian;

(20) Subrogasi;

(21) Recoveries;

(22) Mata uang;

(23) Perselisihan;

(24) Penutup dan endorsemen.

 

Polis merupakan hasil perjanjian asuransi yang dibuat secara tertulis dalam bentuk akta. Polis sebagai bukti tertulis yang menyatakan bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung. Sebagai bukti tertulis isi polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi, sehingga mempersulit tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam pelaksanaan asuransi.  Bentuk polis dibuat mengacu pada ketentuan Pasal 225 KUHD.

 

 

 

 

 

 

  1. D.      Proses Penyelesaian Klaim Asuransi Kerugian Bagi Pembiayaan Kredit Bank

 

 

Penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank merupakan penjaminan yang dilakukan oleh bank kepada pihak ketiga yaitu asuransi kerugian. Penjaminan ini bertujuan bila debitur wanprestasi maka bank dapat mengajukan klaim kepada asuransi sebagai penanggung pembiayaan kredit bank atas nama debitur. Hak klaim dapat diajukan oleh bank pada beberapa kondisi.

 

Berdasarkan  ketentuan Surat Persetujuan Prinsip Permohonan Asuransi yang selanjutnya disebut SP3A dan wawancara kepada Ibu Maslia sebagai staf claim  Asuransi Takaful Umum cabang Lampung maka hak klaim dapat timbul setelah atau sebelum perjanjian pembiayaan jatuh tempo. Berdasarkan ketentuan SP3A Nomor 10 huruf (b) mengatur mengenai hak klaim menjelaskan bahwa hak klaim dapat timbul setelah perjanjian pembiayaan jatuh tempo apabila terjadi tunggakan pokok pembiayaan, margin pembiayaan, bagi hasil dan biaya-biaya lain yang timbul setelah jangka waktu pembiayaan berakhir atau jatuh tempo dan tidak dapat diperpanjang lagi.

 

Ketentuan SP3A Nomor 10 huruf (c)  mengatur secara rinci hak klaim dapat dapat timbul sebelum perjanjian pembiayaan jatuh tempo apabila macet karena:

  1. Anggota nasabah meninggal dunia (tidak termasuk meninggal akibat  bunuh diri);
  2. Anggota nasabah peserta terkena PHK (tidak termasuk PHK akibat tindakan kriminal dan PHK massal. PHK massal yaitu pemutusan hubungan kerja terhadap 10 (sepuluh) orang pekerja atau lebih pada satu perusahaan dalam bulan atau terjadi rentetan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran) termasuk akibat perubahan, penggabungan, peleburan, perubahan kepemilikan perusahaan, penutupan perusahaan, pailit, relokasi.

 

Ketentuan Nomor 10 huruf (d) mengatur  bahwa hak klaim dapat dilakukan untuk pembiayaan macet karena:

  1. Meninggal dunia, timbul pada saat anggota nasabah peserta dinyatakan meninggal dunia;
  2. Terkena PHK, timbul pada saat kolektibilitas pembiayaan dikategorikan “diragukan”/ kolektibilitas 4 (sesuai ketentuan Bank Indonesia).

 

Berdasarkan ketentuan Nomor 10 huruf (d) SP3A maka hak klaim dapat diajukan oleh pihak bank apabila pembiayaan tersebut macet yang disebabkan debitur tertanggung atau peminjam meninggal dunia atau  terkena PHK  yang menyebabkan pembiayaan dikategorikan “diragukan”/kolektibiklitas (sesuai ketentuan Bank Indonesia).

 

Ketentuan Nomor 10 huruf (e) SP3A mengatur Hak klaim dapat dilakukan oleh peserta bank dengan mengajukan klaim kepada Asuransi Takaful Umum dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak timbul hak klaim. Apabila dalam jangka waktu yang dimaksud telah lewat dan peserta belum mengajukan klaim, maka hak klaim gugur.

 

Pengajuan hak klaim dapat timbul dalam kondisi-kondisi tertentu. Dalam pengajuan klaim tersebut terdapat syarat yang harus dipenuhi oleh tertanggung. Ketentuan Nomor 10 huruf (f) SP3A mengatur mengenai surat pengajuan klaim yang menjelaskan bahwa pengajuan klaim harus dilampiri dengan:

  1. Fotokopi ikhtisar manfaat Takaful yang bersangkutan;
  2. Fotokopi perjanjian pembiayaan antara peserta dan nasabah peserta;
  3. Berita acara tunggakan yang memuat perhitungan jumlah tunggakan pembiayaan oleh nasabah peserta yang ditandatangani oleh peserta;
  4. Fotokopi rekening pembiayaan saat pengajuan klaim atau pada saat pembiayaan jatuh tempo.

 

Ketentuan Nomor 10 huruf (f) angka (5) SP3A mengatur bahwa permohonan klaim pada kondisi klaim karena debitur tertanggung meninggal dunia maka harus mencantumkan sebagai berikut.

  1. Surat keterangan meninggal dunia dari pemerintah daerah setempat, minimal dari kelurahan (asli atau fotokopi yang telah dilegalisir);
  2. Surat keterangan kematian dari kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atau Konsualat Jendral Republik Indonesia (KJRI) apabila anggota nasabah peserta meninggal di luar negara Republik Indonesia (asli);
  3. Surat keterangan meninggal dunia yang menjelaskan secara terinci sebab anggota nasabah peserta meninggal dunia dari dokter/RS yang merawat (form disediakan PT. Asuransi Takaful Umum);
  4. Fotokopi akta atau surat kematian dari dokter atau rumah sakit;
  5. Daftar pertanyaan untuk klaim meninggal dunia yang diisi oleh ahli waris (form disediakan PT. Asuransi Takaful Umum);
  6. Surat keterangan mengenai sebab kecelakaan dari kepolisian (bila meninggal karena kecelakaan);

ketentuan Nomor 10 huruf (f) angka (5) SP3A mengatur mengenai apabila klaim dilakukan karena debitur tertanggung terkena PHK maka pengajuan klaim harus melampirkan Surat keterangan PHK dari instansi/ perusahaan dimana anggota nasabah peserta bekerja.

 

Prosedur penyelesaian klaim dilakukan tertanggung dengan mengajukan klaim kepada Asuransi Takaful Umum. Asuransi Takaful Umum  selanjutnya mengeluarkan surat persetujuan klaim tamwil. Surat  persetujuan  klaim berisi analisa data polis, analisis sebab klaim analisis dokumen klaim dan rekomendasi pencairan pertanggungan pembiayaan kredit. Klaim yang dapat diajukan oleh peserta sebesar jumlah kerugian dikalikan dengan persentase coverage manfaat Takaful tamwil dengan batas setinggi-tingginya sebesar pembiayaan yang direalisir dikalikan dengan prosentase coverage manfaat Takaful tamwil.

 

Berdasarkan ketentuan Nomor 11 SP3A tentang keputusan klaim pada huruf (a) mengatur bahwa Takaful memberi keputusan atas klaim yang diajukan oleh pihak peserta dalam waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak berkas pengajuan  klaim diterima secara lengkap oleh Asuransi Takaful Umum. Ketentuan huruf (b) mengatur Asuransi Takaful Umumr bahwa bila pengajuan klaim disetujui, maka Asuransi Takaful Umum menyampaikan surat persetujuan klaim kepada peserta yang memuat:

  1. jumlah klaim yang diajuakan oleh peserta;
  2. jumlah klaim yang akan dibayar oleh PT. Asuransi Takaful Umum.

 

Bila pengajuan ditolak, maka Asuransi Takaful Umum menyampaikan surat penolakan klaim kepada peserta dengan menyatakan alasan penolakan. Apabila jangka waktu 30 hari terhitung sejak berkas pengajuan  klaim di terima secara lengkap oleh Asuransi Takaful Umum telah berakhir sedangkan Asuransi Takaful Umum belum memberikan keputusan klaim, maka klaim dinyatakan telah disetujui oleh Asuransi Takaful Umum dan asuransi takaful umum harus segera menerbitkan Surat Persetujuan Klaim kepada Peserta.

 

Ketentuan Nomor 11 huruf (e) mengatur mengenai pembayaran klaim yang menjelaskan bahwa PT. Asuransi Takaful Umum melakukan pembayaran sebesar jumlah klaim yang disetujui dalam Surat Persetujuan Klaim dalam waktu paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal Surat Persetujuan Klaim (SPK) kepada peserta.

 

Berdasarkan klusula penerapan akad yang dilakukan oleh asuransi Takaful dan bank penjaminan melalui asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank berakhir dengan:

(1)     Jangka waktu penjaminan telah berakhir;

(2)     Klaim pihak tertanggung kepada penanggung.

 

Berdasarkan klausula penerapan akad dalam polis  apabila tertanggung tidak pernah menerima pembayaran klaim atau tidak sedang mengajukan klaim dan tidak membatalkan polis maka tertanggung berhak mendapatkan bagi hasil (mudharabah). Besarnya bagi hasil yang diterima sangat bergantung pada nilai keuntungan perusahaan.

 

 

 

 

V. PENUTUP

 

 

 

 

  1. A.       Kesimpulan

 

 

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

  1. Penjaminan melalui  asuransi kerugian bagi pembiayaan kredit bank memiliki dasar hukum baik dari segi perbankan maupun dari segi asuransi. Ketentuan perbankan memberikan dasar hukum tersebut melalui ketentuan Undang-Undang Perbankan, SK Direksi BI No. 27/162/KEP/DIR, Peraturan BI No. 6/16/PBI/2004, dan Undang-Undang Usaha Kecil. Sedangkan dari segi asuransi adalah Undang-Undang Perasuransian, Surat Departemen Keuangan Republik Indonesia S-1081/KMK.17/1994, dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 247/KMK/07/1995;
  2. Penjaminan dilakukan oleh Takaful kepada setiap pelaksanaan pembiayaan kredit bank jika memenuhi syarat dan mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Syarat penjaminan terbagi menjadi dua yaitu penjaminan  atas nama perusahaan badan hukum dan atas nama perorangan. Setelah syarat tersebut terpenuhi selanjutnya melalui prosedur yaitu dengan pengajuan aplikasi, Pengajuan surat permohonan oleh bank, pengiriman internal memo dari Asuransi Takaful Umum Lampung kepada Asuransi Takaful Umum Pusat, analisis dan persetujuan permohonan, penerbitan surat persetujuan permohonan penutupan asuransi (SP3A), pemeriksaan kelayakan dokumen, dan penerbitan polis;
  3. Bank mempunyai hak klaim kepada Takaful apabila pembiayaan kredit mengalami macet. Proses penyelesaian klaim dilakukan bank dengan mengajukan klaim kepada Asuransi Takaful Umum. Asuransi Takaful Umum selanjutnya mengeluarkan surat persetujuan klaim tamwil, analisis dokumen klaim dan rekomendasi pencairan pertanggungan pembiayaan kredit.

 

  1. B.       Saran

 

 

Kegiatan penjaminan melalui asuransi kerugian yang dilakukan oleh bank sebagai tertanggung dan asuransi sebagai penanggung membuat kedua jenis perusahaan ini saling menopang dan membantu dalam pengembangan kegiatan ekonomi. PT. Asuransi Takaful Umum sebagai salah satu lembaga asuransi yang melakukan penjaminan bagi pembiayaan kredit bank diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan dan perananya kepada seluruh lembaga yang melakukan pembiayaan kredit sehingga  masyarakat mampu meningkatkan perekonomianya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

A. BUKU

 

 

Bahsan M. 2007. Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. PT. Raja

Gravindo Persada,Jakarta.

 

Dewi Gemala, Perwaataatmadja A. karmaen, Wirdyaningsih, Yenni Salam Barlinti. 2005.

Bank Dan Asuransi Islam DI Indonesia. Prenada Media,Jakarta.

 

Djumhana, Muhammad. 2003. Hukum Perbankan. Citra Aditya Bakti,Bandung.

 

Muhammad, Abdulkadir. 2002. Hukum Asuransi Indonesia. Citra Aditya Bakti,Bandung.

 

________________. 2004. Hukum Dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti,Bandung.

 

________________. 2000. Hukum Perdata Indonesia. Citra Aditya Bakti,Bandung.

 

Muhammad Abdulkadir, dan Rilda Murniati. 2004. Lembaga Keuangan Dan Pembiayaan. Citra Aditya Bakti,Bandung.

 

Perwataatmadja A. Karnaen. 2007. Bank Syariah Teori, Praktik, dan Perananya. Celestial Publishing,Jakarta.

 

 

Syamsiar, Ratna. 2006. Hukum Perbankan. Universitas Lampung. Bandar  Lampung.

 

Soedewi, Sri. 1980. Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan Dan

            Perorangan. Libertty Offset Yokyakarta.

 

 

 

B. SUMBER UNDANG-UNDANG

 

 

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Lembaran Negara Nomor 20 Tahun 1971)

 

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467)

 

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 )

 

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611)

 

 

C. SUMBER WEB SITE

 

 

www.google.co.id kata kunci “jaminan pembiayaan kredit bank